Rabu, 07 Juli 2010

Sejarah Tari Turonggo Yakso



        Seni tari jaranan Turonggo Yakso yang merupakan kesenian local khas Daerah Tingkat Dua Kabupaten TRENGGALEK lahir dan bermula dari budaya turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Dongko.  Kesenian Turonggo Yakso ini bersumber dan bermula dari kesenian upacara adat baritan.
        Upacara adat baritan tersebut merupakan salah satu bagian kehidupan yang diselenggarakan secara rutin sebagai media komunikasi terhadap Tuhan yang maha esa.
       





        Upacara baritan adat tersebut diselenggarakan setiap tahun pada bulan Syura (Muharam) dengan hari dan tanggal yang ditentukan oleh sesepuh (Pawang) yakni orang yang dianggap menguasai tentang hal tersebut. Dan biasanya Waktu upacara diselengggarakan siang hari sekitar pukul 11.00 WIB , para petani sudah istirahat dalam mengerjakan sawah dan ladangnya.  Kata “Baritan” itu sendiri diambil karena pelaksanaan upacara adat tersebut dilaksanakan bubar ngarit tanduran (setelah merumput tanaman untuk makanan ternak), maka diberi nama Baritan( menurut mbah Karto sentono).  Dimana pada saat Upacara dilaksanakan para petani pemilik rojo koyo berkumpul sambil membawa perlengkapan sesaji berupa ambeng dan longkong dan membawa tali yang dibuat dari bamboo yang disebut dadung. Setelah upacara selesai diteruskan dengan pentas kesenianlangen Tayub ditempat bekas tumpukan dhadhung tadi. Dhadhung yang telah dimanteraidibagikan kepada pemilik semula dan disimpan yang baik diatas pogo. Dengan menyimpan dhadhung tersebut , atas berkat Tuhan Yang Maha Esa, hewannya akan terhindar dari gangguan malapetaka dan penyakit.
        Seorang tokoh kesenian Trenggalek Mudimah menceritakan, tarian jaranan muncul saat terjadi malapetaka, yakni kematian hewan ternak dan tanaman petani. Untuk mendapatkan berkah sekaligus mengatasi malapetaka seorang kesatria bertapa di Gua Turranggo Yakso.
        Setelah bertapa, kesatria itu mendapat wangsit. Ia diminta merendam kuda raksasa di suatu kubangan air. Selanjutnya, air itu diminumkan pada hewan ternak yang sakit dan disiramkan pada sawah yang rusak. paya itu membuahkan hasil.
       
        Supaya tak terjadi musibah serupa dan memperingati keberhasilan tersebut, kesatria meminta warga terus melanjutkan tradisi itu setiap 1 Syuro. Menurut Mudimah, turronggo itu berarti kuda. Sedangkan Yakso adalah buto atau raksasa. Gabungan dua kata itu bermakna seorang kesatria bijaksana yang mengendalikan seekor hewan raksasa.









        Diantara jenis-jenis Jaranan tersebut, Turonggo Yakso dijadikan ikon Kabupaten Trenggalek, karena merupakan jenis jaranan satu-satunya yang hanya ada di Trenggalek. Selama ini jaranan ini dikembangkan di sekolah-sekolah, tiap sekolah (SD, SMP, SMA) sudah memiliki kelompok Jaranan Turonggo Yakso, sudah didaftarkan untuk mendapatkan Hak Cipta sebagai kesenian khas Trenggalek. Juga sering diundang dalam even-even terhormat, seperti dalam HUT Kodam V Brawijaya di Surabaya, yang mendatangkan tarian massal Turonggo Yakso dengan melibatkan 220 penari yang terdiri dari pelajar SD se-kecamatan Trenggalek. Disamping itu, peningkatan kualitas dilakukan dengan cara mengadakan pelatihan tari Turonggo Yakso dilakukan terhadap para utusan desa di 10 kecamatan. Diusulkan, pemdrintah bersedia membangun patung

Turonggo Yakso setelah dipatenkan nanti. Selain itu, diusulkan pula penyelenggaraan Festival Turonggo Yakso khusus pelajar dengan memperebutkan Bupati Cup.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda